Kamis, 24 Februari 2011

Sejarah Bahasa Sunda

Sejarah

Seni pantun merupakan seni yang sudah cukup tua usianya. Disebutkan dalam naskah Siksa Kanda ng Karesyan, yang ditulis pada tahun 1518 Masehi, bahwa pantun telah digunakan sejak zaman Langgalarang, Banyakcatra, dan Siliwangi. Ceritanya pun berkisar tentang cerita-cerita Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi dan lain-lain yang disajikan oleh prepantun (tukang pantun). Pantun terdapat pula pada naskah kuno yang dituturkan oleh Ki Buyut Rambeng, yakni Pantun Bogor. Dalam perkembangannya, cerita-cerita pantun yang dianggap bernilai tinggi itu terus bertambah, seperti cerita Lutung Kasarung, Ciung Wanara, Mundinglaya Dikusumah, Dengdeng pati Jayaperang, Ratu Bungsu Kamajaya, Sumur Bandung, Demung Kalagan dll. Masyarakat Kanekes yang hidup dalam budaya Sunda Kuna sangat akrab dengan seni Pantun. Seni ini melekat sebagai bagian dari ritual mereka. Adapun lakon-lakon suci Pantun Kanekes yang disajikan secara ritual seperti Langgasari Kolot, Langgasari Ngora dan Lutung Kasarung.
Seni Pantun yang cukup tua usianya melahirkan beberapa tukang pantun pada setiap zamannya. Di Cianjur misalnya, dikenal nama R. Aria Cikondang (abad ke-17), Aong Jaya Lahiman dan Jayawireja (abad ke-19). Di Bandung terkenal Uce, juru pantun kabupaten Bandung (awal abad ke-20) dan Pantun Beton "Wikatmana" (pertengahan abad ke-20); dan di Bogor terkenal juru pantun Ki Buyut Rombeng.
Alat musik yang dipakai mengiringi seni pantun adalah kacapi. Pada mulanya kacapi tersebut sangat sederhana seperti yang terdapat di Baduy, yaitu kacapi kecil berdawai 7 dari kawat. Selanjutnya, sejalan dengan tumbuhnya seni Cianjuran, kacapi tersebut diganti dengan kacapi gelung (tembang), dan akhirnya menggunakan kacapi siter (Jawa). Adapun tangga nada (laras) yang digunakan dalam iringan kacapi tersebut adalah pelog, namun selanjutnya banyak yang menggunakan laras salendro.

[sunting] Pertunjukan

Seni Pantun disajikan masyarakat Sunda dalam dua bentuk. Pertama, untuk hiburan, dan kedua untuk acara ritual (ruwatan). Sajian hiburan, ceritanya mengambil dari salah satu cerita pantun yang dikuasai juru pantun, atau atas permintaan penanggap. Sedangkan untuk acara ritual dalam ruwatan, ceritanya sama dengan dalam pertunjukan wayang, yaitu Batara Kala, Kama Salah atau Murwa Kala.
Dalam sajian pantun untuk ruwatan (tolak bala) diperuntukkan bagi orang-orang yang termasuk dalam sukerta, di antaranya anak tunggal, anak kembar, lima anak laki-laki, atau untuk keselamatan rumah baru, bangunan baru dan lain-lain. Pertunjukannya biasa dimulai sekitar pukul 02.00 - 05.00. Rajah dalam pertunjukan ruwatan lebih panjang lebih nampak kesakralannya. Sedangkan sajian pantun untuk kepentingan hiburan biasanya diadakan di rumah penanggap yang waktunya pada malam hari. Pertunjukan dimulai pukul 20.00 dan berakhlr sekitar pukul 04.00. Sekalipun pertunjukan Pantun untuk hiburan, namun tidak sembarangan disajikan. Pantun masih dianggap oleh masyarakat Sunda memiliki sifat sakral yang selalu dikaitkan dengan upacara penghormatan pada leluhur. Dengan demikian bentuk pertunjukan Pantun biasanya masih diikat dengan struktur pertunjukan yang baku dengan lakon yang selalu berkisar tentang raja-raja Sunda atau legenda masyarakat Sunda Secara umum pola pertunjukan Pantun dapat diurutkan sebagai berikut: penyediaan sesajen; ngukus (membakar kemenyan); mengumandangkan rajah pamunah; babak cerita dari pembukaan hingga penutupan; ditutup dengan mengumandangkan rajah pamungkas.
Sebagai kesenian yang hidup sejak zaman Hindu sampai Islam yang jadi anutan masyarakat, tak heran jika ungkapan dan ajaran (petuah) ki juru pantun merupakan pembauran keduan zaman itu. Selain isthigfar (Islam) terdengar pula ungkapan kepada dewata, Pohaci, para karuhun (leluhur), buyut dll.
Kesenian Pantun Sunda yang bercirikan budaya Sunda dengan berbagai aspeknya, terutama aspek kepercayaan Sunda Kuna, memberi dampak pada nilai kedudukan seni Pantun di masyarakat Sunda yang berbeda dengan kesenian-kesenian lain. Seni Pantun bagi masyarakat Sunda merupakan medium untuk dapat merasakan kembali sebuah masa keemasan sejarah masa lampau masyarakatnya.
Dewasa ini perkembangan seni Pantun harus diakui sangat memprihatinkan, namun dari sisi lain ada hal yang cukup mengesankan, bahwa seni Pantun pun dapat bertahan dengan tidak meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang pop/kitchs. Seni Pantun dpat bertahan sebagai seni yang adiluhung sekalipun dewasa ini ada sedikit pergeseran-pergeseran dibanding masa lalu, terutama pada fungsinya yang sakral menjadi profan.

Pupujian

PUPUJIAN KANGJENG NABI

Gusti urang sadayana
Kangjeng Nabi anu mulya
Muhammad jenenganana
Arab Qurés nya bangsana

Ibuna Siti Aminah
ramana Sayid Abdullah
dibabarkeuna di Mekah
wengi Senén dinten Gajah

Rabi’ul Awal sasihna
tanggal kaduabelasna
April bulan Maséhina
tanggal kaduapuluhna

Ari bilangan tauna
lima ratus cariosna
tujuh puluh panambihna
sareng sahiji punjulna

Siti Aminah misaur
waktos babarna kacatur
ningal cahya mani ngempur
di bumina hurung mancur

Babar taya kokotoran
orok lir kénging nyepitan
soca lir kénging nyipatan
sarta harum seuseungitan

Keur opat taun yuswana
diberesihan manahna
Nabi dibeulah dadana
Malaikat nu meulahna

Jibril kadua réncangna
Mikail jenenganana
ngeusikeun kana manahna
élmu hikmat sapinuhna

Tuluy dada Kangjeng Nabi
gancang dirapetkeun deui
sarta teu ngaraos nyeri
dilap ku hotaman nabi

Nuju tanggal tujuh likur
bulan Rajab nu kacatur
nurut kaol anu mashur
Kangjeng Nabi téh disaur

Dipapag ku Malaikat
nyandak burok nu kasebat
leumpangna téh cara kilat
tungganganeun Nabi angkat

Ti Mekah ka Bétal Makdis
teu nganggo lami antawis
ku jalma henteu katawis
kersana Gusti nu wacis

Ti Bétal Makdis terasna
naék na tangga kancana
mi’raj téa kasebatna
ka langit Nabi sumpingna

Tujuh langit sadayana
jeung Arasy nu pangluhurna
disumpingan sadayana
katut surga narakana

Kangjeng Nabi ditimbalan
ku Gusti nu sifat Rahman
anjeuna kudu netepan
salat muji ka Pangéran

Kabéh jalma anu iman
sami pada kawajiban
salat nu lima giliran
henteu meunang dikurangan

Salat éta minangkana
dina agama tihangna
jalma nu luput salatna
nyata rubuh agamana

ÉLING-ÉLING DULUR KABÉH

Éling-éling dulur kabéh
ibadah ulah campoléh
beurang peting ulah weléh
bisina kaburu paéh

Sabab urang bakal mati
nyawa dipundut ku Gusti
najan raja nyakrawati
teu bisa nyingkiran pati

Karasana keur sakarat
nyerina kaliwat-liwat
kana ibadah diliwat
tara ngalakukeun solat

Kaduhung liwat kalangkung
tara nyembah ka Yang Agung
sakarat nyeri kalangkung
jasadna teu beunang embung

Pupuh Kinanti

Pupuh Kinanti memiliki 6 baris. Satu baris terdiri dari 8 (delapan) suku kata.

Baris Pertama, 8 u (delapan suku kata dengan kata terakhir berakhiran "u")
Baris Kedua, 8 i
Baris Ketiga, 8 a
Baris Keempat, 8 i
Baris Kelima, 8 a
Baris Keenam, 8 i

Contoh:
Budak leutik bisa ngapung,
Babaku ngapungna peuting,
Ngalayang kakalayangan,
Neangan nu amis-amis,
Sarupaning bungbuahan,
Naon wae nu kapanggih.

Terjemahan:
Anak kecil bisa terbang,
Kebiasaannya terbang malam,
Terbang melayang-layang,
Mencari yang manis-manis,
Berupa buah-buahan,
(buah) Apa saja yang ditemukan.




Contoh pupuh Kinanti lainnya:

Kutan kitu ari maung,
Galakna kaliwat saking,
Lamun manggihan mangsana,
Uncal, hayam jeung kelenci,
Lamun beuteungna geus lapar,
Gancangan neangan daging.

Terjemahan
Ternyata begitu sang Harimau,
Begitu buasnya,
Kalau menemukan mangsanya,
Rusa, ayam dan kelinci,
Kalau perutnya sudah lapar,
Cepat-cepat mencari daging.


Contoh pupuh Kinanti lainnya :

Rusdi ku Ramlan di tungtun,
Dikaleng di ajak balik,
Diupahan ku tiluan,
Ku Ramlan, Paman jeung Bibi,
Dipapaler diupahan,
Ulah nyantel kanu balik.

Tsunami

Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami
  • Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
  • Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
  • Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun